Jumat, 09 Oktober 2009

Ada Apa Dengan Jam 17.16 WIB Gempa Sumbar



Saat ini sedang banyak SMS yang beredar berisikan pesan singkat tentang ayat Al-Qur’an pada surat ke 17 ayat 16 dan 58 dalam surat yang sama, serta surat ke-8 ayat 52, dimana Allah Swt berfirman:
17.16 (QS. Al Israa’ ayat 16): “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”
17.58 (QS. Al Israa’ ayat 58): “Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz).”
8.52 (QS. Al Anfaal: 52): (Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Amat Keras siksaan-Nya.”

Tiga ayat diatas, menunjukkan waktu kejadian tiga gempa kemarin di Sumatera. Dalam Firman Allah ini dibicarakan tentang azab Allah berupa kehancuran dan kematian, dan kaitannya dengan hidup bermewah-mewah dan kedurhakaan, dan juga dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya.
Kalau boleh kita kaitkan Firman Allah diatas dengan keadaan kita saat ini, dimana gaya hidup bermewah-mewahan yang dimaksud, seolah disimbolisasikan dengan acara pelantikan anggota DPR yang memang wahhh. Kedurhakaan bisa jadi disimbolkan oleh tidak ditunaikannya amanah umat selama ini oleh para penguasa, namun juga tidak tertutup kemungkinan kedurhakaan kita sendiri yang masih banyak yang lalai dengan ayat-ayat Allah atau malah menjadikan agama Allah sekadar sebagai komoditas untuk meraih kehidupan duniawi dengan segala kelezatannya (yang sebenarnya menipu).
Dan yang terakhir, terkait dengan “Fir’aun dan para pengikutnya”, boleh jadi, para pemimpin dunia sekarang ini yang tergabung dalam kelompok Globalis (mencita-citakan The New World Order) seperti Dinasti Bush, Dinasti Rotschild, Dinasti Rockefeller, Dinasti Windsor, dan para tokoh Luciferian lainnya yang tergabung dalam Bilderberg Group, Bohemian Groove, Freemasonry, Trilateral Commission (ada lima tokoh Indonesia sebagai anggotanya), sesungguhnya masih memiliki ikatan darah dengan Firaun Mesir.
David Icke yang dengan tekun selama bertahun-tahun menelisik garis darah Firaun ke masa sekarang, dalam bukunya “The Biggest Secret”, menemukan bukti jika darah Firaun memang mengaliri tokoh-tokoh Luciferian sekarang ini seperti yang telah disebutkan di atas.
Nah, bukan rahasia lagi jika sekarang Indonesia berada di bawah cengkeraman kaum NeoLib. Kelompok ini satu kubu dengan IMF, World Bank, Trilateral Commission, Round Table, dan kelompok-kelompok elit dunia lainnya yang bekerja menciptakan The New World Order.
Padahal jelas-jelas, kubu The New World Order memiliki garis darah dengan Firaun. Kelompok Globalis-Luciferian inilah yang mungkin dimaksudkan Allah Swt dalam QS. Al Anfaal ayat 52 di atas. Dan bagi pendukung pasangan ini, mungkin bisa disebut sebagai “…pengikut-pengikutnya.”
Dengan adanya musibah gempa kemarin ini, Allah Swt jelas hendak mengingatkan kita semua. Apakah semua kejadian ini semata-mata tanpa pesan yang berarti? Apakah pesan Allah Swt itu akan mengubah kita semua agar lebih taat pada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya? Atau malah kita semua sama sekali tidak perduli, bahkan menertawakan semua pesan ini sebagaimana dahulu kaum kafir Quraiys menertawakan dakwah Rasulullah Saw? Semua berpulang kepada diri kita masing-masing. Wallahu’alam bishawab.

Namun demikian, sebagai catatan penting buat kita, kejadian ini bukanlah suatu kebetulan, karena tidak ada suatu kejadian yang luput dari kehendak (Iradhah) dan ilmu-Nya Allah SWT, dan jangan sampai pukul 17.16, 17.58 dan 8.52 diyakini sebagai angka keramat atau angka sial yang pada akhirnya menyebabkan kita terjerumus kepada perbuatan Syirik.


Kamis, 08 Oktober 2009

Makam Syaidina Hamzah (Syuhada Perang Uhud)


Syaidina Hamzah adalah salah seorang paman Rasulullah SAW, beliau gugur sebagai Syahid dalam perang Uhud. Kematian beliau sungguh tragis, dimana jasad beliau perutnya dibelah dan dikeluarkan jantungnya, lalu dimakan oleh seorang wanita kafir Quraisy yang bernama Hindun.

Suasana Sekeliling Ka`bah Saat Jama`ah Haji Thawaf


Makam Rasulullah SAW

Kuburan Baqi` Di Madinah

Ketika Ruh Di Cabut

    Kita mengamati bangaimana Al-Qur’an menisbahkan pencabutan ruh kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman, “Allah mencabut jiwa-jiwa ketika tiba kematiannya.” (QS. Az-Zumar: 42)
Ini dari satu sisi. Dan dari sisi lain, Al-Qur’an juga men-yatakan bahwa malaikat maut itu ditugaskan untuk mencabut nyawa manusia. Allah SWT berfirman, “Katakanlah! yang mematikan kalian adalah malaikat maut yang diwakilkan kepada kalian.” (QS. As-Sajdah: 11)
Di tempat lain, Al-Qur’an menisbahkan pencabutan ruh kepada malaikat Allah dan rasul-rasul-Nya.
“Sehingga ketika salah seorang di antara kalian didatangi oleh kematian, maka rasul-rasul Kami itu mematikannya.” (QS. Al-An’am: 61)
    Jelas bahwa tatkala pelaku melakukan perbuatannya melalui pelaku lainnya, perbuatan itu bisa dinisbahkan kepada kedua pelaku tersebut. Kemudian, jika pelaku yang kedua pun mempunyai perantara dalam perbuatannya itu, perbuatan itu pun bisa dinisbahkan kepada pelaku yang ketiga. Mengingat bahwa Allah SWT itu mencabut ruh-ruh dengan perantara malaikat maut, dan pada gilirannya malaikat maut itu melaksanakan tugasnya dengan perantara para malaikat yang tunduk di bawah perintahnya, pencabutan ruh itu bisa dinisbahkan kepada tiga pelaku tersebut.

Lembut dan Kerasnya Pencabutan Ruh
    Dari ayat-ayat Al-Qur’an dapat kita simpulkan bahwa para pencabut nyawa itu tidak menyamaratakan dalam pencabutan ruh-ruh manusia. Terkadang mereka mencabut ruh seseorang dengan penuh kelembutan dan penghormatan. Pada kesempatan lain, mereka mencabut ruh secara kasar dan keras. Mengenai pencabutan ruh orang-orang mukmin, Allah SWT berfirman, “Mereka yang dimatikan oleh para malaikat yang baik itu berkata, ‘salam sejahtera atas kalian.’” (QS. An-Nahl: 32)
    Dan mengenai pencabutan ruh orang-orang kafir, Allah SWT berfirman, “Jika saja kamu melihat ketika malaikat itu mematikan orang-orang yang kafir, mereka memukul-mukul wajah mereka dan punggung mereka.” (QS. Al-Anfal: 5)
Dapat juga dikatakan bahwa cara pencabutan ruh itu, baik keras atau pun lembut, berbeda-beda di antara kaum mukmin dan kaum kafir sendiri, tergantung derajat keimanan dan kekufuran mereka.

Nilai Iman dan Taubat Ketika Kematian Tiba
    Ketika tiba saat kematian orang-orang kafir dan para pemaksiat, sementara rasa putus asa untuk tetap hidup pun telah menghantui mereka, mereka menyesal akan apa yang telah mereka lakukan. Segera mereka menampakkan keimanan serta bertaubat atas dosa-dosa mereka. Hanya saja keimanan dan taubat demikian ini tidak diterima sama sekali. Allah SWT berfirman,
"Pada hari ketika telah datang sebagian ayat-ayat Tuhanmu, maka tidak bermanfaat iman seseorang, dimana ia tidak pernah beriman sebelumnya atau melakukan kebaikan dalam keimanan.” (QS. Al-An’am: 158)
“Bukanlah taubat itu bagi orang-orang yang telah melakukan keburukan, sehingga ketika telah datang kepada salah seorang dari mereka kematiannya, ia berkata, ‘Sesungguhnya aku telah bertaubat.’” (QS. An-Nisa’: 18)
"Aku telah beriman bahwa sesungguhnya tiada tuhan melainkan Tuhan yang diimani oleh Bani Israil dan aku termasuk orang-orang muslim.” (Qs. Yunus: 90)
“Baru sekarang inikah engkau beriman? Padahal sebelumnya engkau bermaksiat dan termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan?” (QS. Yunus: 91)

Mengharap Dikembalikan ke Dunia
    Al-Qur’an menukil kisah orang-orang durhaka dan kafir, bahwa ketika telah tiba saat-saat kematian, atau ketika siksa itu menimpa, mereka mengharapkan kembali ke dunia ini agar dapat beriman dan berbuat amal kebajikan, atau memohon kepada Allah SWT agar dikembalikan lagi ke dunia untuk dapat mengubah hari-hari hitam mereka yang telah mereka lalui. Hanya saja Allah SWT mengabulkan permohonan itu. Dan, harapan mereka sia-sia.
    Di sebagian ayat, Al-Qur’an mengungkapkan bahwa sekalipun mereka dikembalikan lagi ke dunia ini, pasti mereka akan kembali melakukan berbagai kemungkaran sebagaimana yang pernah mereka jalani. Kelak di Hari Kiamat, mereka mengemiskan permohonan semacam itu. Hanya Allah tidak mengabulkan permohonan mereka. Allah SWT berfirman, “Sehingga ketika kematian itu menjemput salah seorang dari mereka, ia berkata, ‘Tuhanku, kembalikanlah aku ke dunia, aku berharap akan berbuat amal saleh yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak, itu hanyalah ucapan kosong belaka.’” (QS. Al-Mu’minun: 99-100)
Atau engkau akan berkata ketika melihat siksa, ‘Seandainya aku ini dikembalikan sekali lagi, maka aku akan termasuk oran -orang yang baik.’” (QS. Az-Zumar: 58)
Ketika mereka itu dihentikan di atas neraka, mereka berkata, ‘Wahai seandainya kami ini dikembalikan lagi dan tidak lagi mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, maka wahai Tuhan kami, kami akan menjadi orang-orang yang beriman.’” (QS. Al-An’am: 27-28)
"Ketika orang-orang yang durhaka itu menundukkan kepala di hadapan Tuhan mereka, mereka berkata, ‘Wahai Tuhan kami melekkanlah kami dan kami mendengar, maka kembalikanlah kami agar dapat berbuat kebajikan. Sesungguhnya kami orang-orang yang yakin.’” (QS. As-Sajdah: 32)
    Secara jelas kita dapat memahami dari ayat-ayat di atas bahwa alam akhirat itu bukanlah tempat berikhtiar, mencari jalan dan melakukan berbagai kewajiban, meskipun keyakinan yang mereka dapatkan pada saat sekarat maut dan di alam akhirat, tidak akan membantu sama sekali proses kesem-purnaan mereka, juga tidak membuat mereka berhak menerima pahala apapun. Oleh karena itu, orang-orang kafir dan pemaksiat mengharapkan kembali ke dunia ini agar mereka dapat beriman dan melakukan amal-amal saleh.

Lima Cara Zikrul Maut

     Selalu ingat mati (zikrul maut) akan merangsang kita untuk memperbanyak amal saleh. Paling tidak, ada lima cara zikrul maut yang bisa kita lakukan. 
     
     Pertama, menjenguk orang sakit guna mendapatkan hikmah agar menjadi semakin sadar betapa pentingnya kesehatan itu. Dengan sakit, seseorang tidak akan bisa melakukan apa-apa, sehingga akan tertanam tekad untuk memanfaatkan masa sehat dengan banyak beribadah kepada Allah SWT. "Barang siapa yang mengunjungi orang yang sakit, maka berserulah Malaikat dari langit. Engkau telah berbuat baik, baik pula perjalananmu, engkau akan mendiami rumah dalam surga" (HR Ibnu Majah).

    Kedua, untuk mengingat mati adalah dengan takziyah atau mendatangi orang yang meninggal. Takziyah dimaksudkan untuk mendoakan mereka yang mati, menggembirakan anggota keluarga yang ditinggal, serta ikut mengurus jenazah dengan memandikan, menshalatkan dan menguburkannya. "Cukuplah mati sebagai pelajaran (guru) dan keyakinan sebagai kekayaan" (HR Thabrani).

    Ketiga, melakukan ziarah kubur. Ziarah kubur ini semula dilarang oleh Rasulullah SAW., namun kemudian dianjurkan dalam rangka zikrul maut. Ziarah kubur akan memberi kesadaran bahwa cepat atau lambat, kita pun akan seperti orang yang berada dalam kuburan itu. Masalahnya, kebahagiaan atau siksaan yang akan kita terima, sangat tergantung dari amal saleh yang kita lakukan selama hidup.
 
     Kempat, dengan memantapkan keimanan kita akan datangnya hari kiamat atau hari akhir. Bukan seperti keyakinan orang-orang kafir yang mengingkari akan adanya hari akhirat. "Dan mereka berkata, kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia ini saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita kecuali massa, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja". (QS. Al Jaatsiyah : 24).

   Kelima, menghayati dalil-dalil kehidupan akhirat yang banyak tergambar dalam Al Quran maupun Hadits Rasulullah SAW berupa siksaan bagi yang ingkar dan balasan surga buat yang beramal saleh. "Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan kami masukkan mereka kedalam neraka. Setiap kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang baru, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha perkasa dan Maha bijaksana". (QS An Nisa : 56).

Kematian

Kematian itu bukanlah akhir dari perjalanana hidup seseorang. Setiap orang pasti akan mati. (Al-Qur’an menegaskan bahwa seluruh manusia, bahkan seluruh makhluk hidup, akan mengalami kematian. Tidak seorang pun yang akan hidup kekal di dunia ini. Allah SWT berfirman,
“Semua yang ada di muka bumi ini akan fana.” (QS. Ar-Rahman: 36)
“Setiap yang bernyawa itu pasti akan mengalami kematian.”(QS. Ali ‘Imran: 185)
“Sesungguhnya engkau—wahai Rasul—akan mati. Dan sesungguhnya mereka pun akan mati.”
“Dan kami tidak menjadikan orang-orang yang sebelum kamu itu hidup kekal. Apakah jika kamu mati mereka itu hidup kekal?” (QS. Al-Anbiya’: 34)

Dari ayat-ayat ini kita dapat memastikan bahwa kematian merupakan hukum kehidupan umum dan mutlak bagi setiap makhluk hidup di dunia ini.)
Dan jasadnya hancur dimakan tanah. Hukum kehancuran berlaku hanya bagi jasad, benda dan meteri. Sedangkan ruh bukanlah benda atau materi, maka ia tidak terkena hukum kehancuran. Maka dari itu jika sesorang mati, jasadnya ditinggalkan di pekuburan, tapi ruhnya berpindah dari alam dunia ke alam baru yang disebut alam barzakh. “Dan di hadapan mereka (ahli kubur) ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan “ Al-Mu’minun 100
(QS. Az-Zumar: 30)

Karena ruh itu tetap hidup maka silaturahim bukan hanya dibutuhkan untuk orang yang masih hidup di dunia, tapi hubungan kita dengan mereka yang sudah pindah ke alam barzakh pula sangat diperlukan. Sekalipun berbedanya alam antara kita dengan mereka tapi semuanya bisa dijangkau dengan silaturahim.